Jumat, 04 Oktober 2013

PSIKOLOGI MANAJEMEN




A. PENGANTAR
1.      PENGERTIAN MANAJEMEN
Manajemen adalah individu atau sekelompok individu yang menerima tanggung jawab untuk menjalankan organisasi. Mereka merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi semua kegiatan penting dari organisasi. Manajemen tidak melakukan pekerjaan sendiri. Mereka memotivasi orang lain untuk melakukan pekerjaan dan koordinasi (yaitu mempertemukan) semua pekerjaan untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Theo Heimann, manajemen memiliki tiga arti yang berbeda, yaitu:
1.      Manajemen sebagai suatu Noun: mengacu pada Kelompok Manajer.
2.      Manajemen sebagai suatu Proses: mengacu pada fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, mengarahkan, pengendalian, dll.
3.      Manajemen sebagai suatu disiplin: mengacu pada jurusan manajemen.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah seni untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain yang berorientasi pada hasil dan bersifat dinamis.
Pengertian Manajemen:
Manajemen adalah Suatu Proses dalam rangka mencapai tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi lainnya.
Proses Manajemen.
a.Perencanaan: Proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisasi.
b.Pengorganisasian: Proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh,sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif,dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efesien guna pencapaian tujuan organisasi.
c.Pengarahan: Proses implementasi program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi.
d.Pengendalian: Proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan,diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan dunia bisnis yang dihadapi.
Manajemen ada 4,yaitu :
a.Manajemen Sumber Daya Manusia: Kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya untuk memperoleh SDM yang terbaik bagi bisnis yang kita jalankan dan bagiamana SDM yang terbaik tersebut dapat dipelihara dan tetap bekerja bersama kita dengan kualitas pekerjaan yang senantiasa konstan ataupun bertambah.
b.Manajemen Operasional: Kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang ditetapkan berdasarkan keinginan konsumen,dengan teknik produksi yang seefesien mungkin,dari mulai pilihan lokasi produksi hingga produksi akhir yang dihasilkan dalam proses produksi.
c.Manajemen Pemasaran: Kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk mengidentifikasi apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh konsumen,dana bagaimana cara pemenuhannya dapat diwujudkan.
d.Manajemen Keuangan: Kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk memastikan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan mampu mencapai tujuannya secara ekonomis yaitu diukur berdasarkan profit.Tugas manajemen keuangan diantaranya merencanakan dari mana pembiayaan bisnis diperoleh,dan dengan cara bagaimana modal yang telah diperoleh dialokasikan secara tepat dalam kegiatan bisnis yang dijalankan.
2. PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah sebuah proses mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi secara suka rela (Fairholm, 1991; Gardner, 2000). Bahkan menurut Gemmil dan Oakley (1992) kepemimpinan adalah sebuah proses kerjasama antara anggota organisasi dalam merumuskan metode baru untuk meningkatkan kualitas organisasi. Fulan (2000, hal. 3) mengatakan bahwa “leadership is a process of persuasion or example by which an individual (or leadership team) induce the group to pursue objectives shared by the leaders and his or her followers”. Fulan berpendapat bahwa kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi anggota organisasi lainnya untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan oleh pemimpin dan anggota organisasi lainnya. Ini artinya bahwa kepemimpinan bukan hanya didefinisikan dari sudut jabatan, tapi lebih tepatnya, kepemimpinan ini adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain tanpa paksaan untuk mencapai sesuatu yang sudah dirumuskan sebelumnya oleh anggota organisasi.
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN
Istilah kepemimpinan dan manajemen seringkali dianggap sinonim (Yukl, 1989), tapi para ahli ilmu kepemimpinan masih mengalami kesulitan membedakan kedua istilah tersebut. Fairholm (1991) menyebutkan walaupun kedua istilah tersebut sering dianggap sama, istilah kepemimpinan lebih duluan muncul dari pada istilah manejemen. Namun Nicholls (2002) berbeda pendapat dengan Fairholm, Nicholls berpendapat bahwa manajemen itu lebih penting daripada kepemimpinan. Para ahli juga berbeda pendapat apakah seseorang bisa menjadi pemimpin sekaligus manajer pada saat yang sama. Perbedaan-perbedaan pendapat ini pulalah yang mengaburkan perbedaan antara kepemimpinan dengan manajemen (leadership and management).
Namun demikian, di sini perbedaan dari kedua istilah tersebut akan dianalisa dengan menguraikan definisi dari kedua istilah tersebut. Kepemimpinan adalah sebuah proses di dalam memberi inspirasi kepada anggota organisasi lainnya, dan mempengaruhi anggota tersebut untuk memiliki integritas di dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, pemimpin itu bertugas untuk menentukan visi organisasi dan selalu memprediksi kebutuhan masa depan (Fairholm, 1991). Sedangkan tugas menejer adalah mengelola integritas bawahan dan mempertahankan status Quo. Menejer tidak berinisiatif untuk menentukan visi organisasi. Singkatnya menejer lebih memikirkan bagaimana suatu pekerjaan itu dilakukan dengan se-efektif dan se-efesien mungkin sehingga produktifitas organisasi bisa terjaga.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.

·         Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
·         Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
·         Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).

             Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
3. TEORI KEPEMIMPINAN CONTINGENCY FIEDLER (Matching Leaders and Tasks)
Fiddler mendefinisikan efektivitas pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe pemimpin menjadi 2: yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada maintenance. Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi konsisten antara efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi.
 Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya dan bersedia melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
 Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan mengarahkan anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi2 yg spesifik.Karena situasi dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
4. MODEL KEPEMIMPINAN NORMATIF MENURUT VROOM DAN YETTON
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan. Karena keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat menentukan keberhasilan ybs melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan?
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.Namun seberapa jauh partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan akan diberikan pemimpinnya? Jawabannya adalah Normative Theory dari Vroom and Yetton.
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan, atribut-atribut permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang dianggap terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus mencocokkan metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari situasi yang harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas lain yang lebih rasional daripada solusi yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang cukup untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
3. Apakah masalahnya terstruktur?
4. Apakah penerimaan subordinat saya terhadap keputusan yang saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam implementasi keputusan saya?
5. Jika saya harus membuat keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh subordinat saya?
6. Apakah subrodinat saya memiliki tujuan organisasi yang sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik akan terjadi di kalangan subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui metode kepemimpinan macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu. Jawaban “ya” dan “tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree) yang membantu pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang Dirancang Untuk Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom & Yetton, 1973:
1.      Penerimaan Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, menghilangkan gaya otokratis.
2.      Konflik Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
3.      Keadilan Aturan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting, gunakan gaya yang paling partisipatif.
4.      Penerimaan Aturan Prioritas: Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari keputusan otokratis, dan jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.
Sekarang ini salah satu pendekatan yang paling diyakini adalah teori path-goal, teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal, suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2) menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1.      Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.
2.      Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
1. Instrumental (directive) Instrumental (directive): suatu pendekatan yang berfokus pada penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan
2. SupportiveMendukung: sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.
3.      ParticipativePartisipatif: suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan
4.      Achievement-orientedPrestasi berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand (Gibson, 2003).
1. Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.
2. Karakteristik Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:
1) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:
1) Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2) Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi
3) Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.

B.             PERENCANAAN PENETAPAN MANAJEMEN
1.      PERENCANAAN  MANAJEMEN
Perencanaan dalam manajemen, perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan—tak akan dapat berjalan.
           Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
Tujuan
           Stephen Robbins dan Mary Coulter mengemukakan banyak tujuan perencanaan. Tujuan pertama adalah untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan nonmanajerial. Dengan rencana, karyawan dapat mengetahui apa yang harus mereka capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.
            Tanpa rencana, departemen dan individual mungkin akan bekerja sendiri-sendiri secara serampangan, sehingga kerja organisasi kurang efesien.
Tujuan kedua adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika seorang manajer membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya.
             Tujuan ketiga adalah untuk meminimalisir pemborosan. Dengan kerja yang terarah dan terencana, karyawan dapat bekerja lebih efesien dan mengurangi pemborosan. Selain itu, dengan rencana, seorang manajer juga dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan inefesiensi dalam perusahaan.
       Tujuan yang terakhir adalah untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevalusasian. Proses pengevaluasian atau evaluating adalah proses membandingkan rencana dengan kenyataan yang ada. Tanpa adanya rencana, manajer tidak akan dapat menilai kinerja perusahaan.
Selain keempat hal tersebut, sebagian besar studi[1] menunjukan adanya hubungan antara perencanaan dengan kinerja perusahaan.

2.LANGKAH – LANGKAH DALAM MENYUSUN  PERENCANAAN ORGANISASI
Pengambilan keputusan bagi pimpinan suatu lembaga/ organisasi mutlak diperlukan, yaitu proses memilih dan mengembangkan langkah-langkah yang akan diambil dalam menghadapi tantangan maupun masalah dalam organisasi/ institusi/ lembaga. Perancanaan adalah masuk dalam salah satu konsep yang dikemukakan oleh G.R. Terry yaitu terkenal dengan POAC, planning, organizing, actuating dan controlling-nya.

Perencanaan (Planning) ialah fungsi manajemen yang harus bisa menjawab rumus 5W+1H. WHAT(apa) yang akan dilakukan, WHY (mengapa) harus melakukan apa, WHEN (kapan) melakukan apa, WHERE (dimana) melakukan apa, WHO (siapa) yang melakukan apa, HOW (bagaimana) cara melakukan apa.

Pemimpin lembaga/ oragnisasi/ institusi tersebut harus mengambil prediksi-presdiksi keputusan yang akan terjadi untuk masa mendatang. Pimpinan tersebut harus memutuskan sasaran yang akan dicapai, analisa kepegawaian yang akan mengoperasikannya dimasa yang akan datang, berapa banyak jumlahnya dan mengaplikasikannya untuk dalam mencapi tujuan yang diinginkan. Elemen-elemen terkait dalam suatu lembaga harus memiliki kajian-kajian, misalnya dengan diadakannya “Rapat Staf atau Staf Meeting “. Salah satu keunggulan saat melaksanakan staf meeting adalah menggali ide-ide kreatif yang berguna demi kesinambungan institusi, mencapai satu visi misi bersama sehingga arah dan tujuan lembaga tersebut tertera jelas. Sikap fleksibel juga mutlak diperlukan untuk menghadapi segala macam perubahan.

Langkah-langkah dalam perencanaan, dimana secara garis besarnya terdiri dari empat langkah dasar perencanaan yang bisa diterapkan untuk semua tipe jenajang organisasi/ lembaga/ institusi. Langkah-langkahnya antara lain adalah :

Menetapkan sasaran : Kegiatan perencanaan dimulai dengan menetapkan apasaja yang ingin dicapai oleh organisasi, tanpa dasar yang jelas, sumber daya yang ada akan meluas menyebar dengan menetapkan prioritas dan merinci serta mengkalkulasi sasaran secara jelas maka organisasi dapat mengarahkan sega sumber daya yang lebih efektif dan efisien serta tepat guna dan tepat sasaran. Tugas pokok dan fungsi harus sudah ada, jika sudah memiliki tupoksi yang jelas, maka akan semakin memudahkan untu membuat sasaran yang bisa dipakai untuk satu tahun kedepan maupun sasaran yang ingin dicapai dalam lima tahuan kedepan.

Merumuskan Posisi Organisasi : Posisi organisasi saat ini diman pimpinan harus tahu dengan posisi organisasinya saat ini. Sumber daya apa yang dimiliki organisasinya saat ini. Barulah rencana dapat disusun setelah diketahui posisi organisasinya, kekuatan-kekuatan yang akan melaksanakan dari apa-apa yang telah direncanakan dengan mengetahui keuangan dan statistic organisasi saat ini.

Mengidentifikasi berbagai faktor : Mengetahui factor-faktor pendukung dan penghambat selanjutnya perlu diketahui factor-faktor baik dari dalam maupun yang datang dari luar yang diperkirakan dapat membantu dan mendukung serta yang menghambat organisasi untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Diakui mengetahui lebih mudah keadaan yang terjadi saat ini dibandingkan meramal peluang yang akan didapat di masa yang akan datang. Dan unsure     utama dalam perencanaan yang paling sulit adalah melihat kedepan. Namun biarbagaimanapun harus ditunjang dengan sikap optimis.

Menyusun langkah-langkah untuk mencapai sasaran : Langkah terakhir dalam menyusun perencanaan adalah mengembangkan berbagai kemungkinan alternative atau langkah yang diambil untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan, mengevaluasi alternative ini dengan memilih mana yang baik dan mana yang dianggap cocok dan memuaskan.
3.MANFAAT PERENCANAAN DALAM SUATU ORGANISASI
Manfaat perencanaan bagi organisasi :
1.Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
2.Membuat tujuan lebih khusus,terperinci dan mudah di pahami
3.Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
4.Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas

4.JENIS PERENCANAAN DALAM SUATU ORGANISASI

Batasan Perencanaan

            Menurut Newman perencanaan (planning) is deciding in advance what is to be done. Sedangkan menurut A.Allen planning is the determination of a course of action to achieve a desired result. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perencanaan yaitu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa ( what ) siapa ( Who ) kapan (When) dimana ( When ) mengapa ( why ) dan bagaimana ( How ) jadi perencanaan yaitu fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan dari sekumpulan kegiatan-kegiatan dan pemutusan tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan serta program-program yang dilakukan.
Bentuk-bentuk Perencanaan :
1. Recana Global (Global Plan)
Analisa penyusun recana global terdiri atas:
- Strenght yaitu kekuatan yang dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan
- Weaknesses, memperhatikan kelemahan yang dimiliki organisasi yang bersangkutan.
- Opportunity yaitu kesempatan terbuka yang dimiliki oleh organisasi
- Treath yaitu tekanan dan hambatan yang dihadapi organisasi
2. Rencana Stategik (Strategic Plan)

Bagian dari rencana global yang lebih terperinci. Dimana dengan menyusun kerangka kerja yang akan dilakukan untuk mencapai rencana global, dimensi waktunya adalang jangka panjang. Dalam pencapaiannya dilakukan dengan system prioritas. Mana yang akan dicapai terlebih dahulu.
Merupakan proses prencanaan jangka panjang yang tersusun dan digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Tiga alas an penggunaan perencanaan strategic ini yaitu :
1. Memberikan kerangka dasar bagi perencanaan lainnya yang akan dilakukan
2. Mempermudah pemahaman bentuk-bentuk perencanaan lainnya.
3. Titik permulaan pemahaman dan penilaian kegiatan manajer dan organisasi.
3. Rencana Operasional ( Operational Plan )
Rencana ini meliputi perencanaan terhadap kegiatan-kegiatan operasional dan bersifat jangka pendek.
- Rencana sekali pakai ( single use plan ) yaitu kegiatan yang tidak digunakan lagi setelah tercapainya tujuan dan ini sifatnya lebih terperinci hanya sekali pakai, misalnya rencana pembelian dan pemasangan mesin komputer dalam suatu perusahaan.
- Rencana Tetap ( Standing Plan ) yaitu berupa pendekatan-pendekatan standar untuk penanganan-penanganan situasi yang dapat diperkirakan terlebih dahulu dan akan terjadi berulang-ulang.
Unsur-unsur Perencanaan
Perencanaan yang baik harus dapat menjawab enam pertanyaan yang disebut sebagai unsur-unsur perencanaan yaitu :
1. Tindakan apa yang harus dikerjakan
2. Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan
3. Dimana tindakan tersebut dilakukan
4. Kapan tindakan tersebut dilakukan
5. Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut
6. Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut.








psikologi.binadarma.ac.id/jurnal_marcel_rita.pdf.indonesian