A. PENGANTAR
1.
PENGERTIAN MANAJEMEN
Manajemen
adalah individu atau sekelompok individu yang menerima tanggung jawab untuk
menjalankan organisasi. Mereka merencanakan, mengatur, mengarahkan dan
mengawasi semua kegiatan penting dari organisasi. Manajemen tidak melakukan
pekerjaan sendiri. Mereka memotivasi orang lain untuk melakukan pekerjaan dan
koordinasi (yaitu mempertemukan) semua pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi.
Menurut Theo Heimann, manajemen
memiliki tiga arti yang berbeda, yaitu:
1. Manajemen sebagai suatu Noun:
mengacu pada Kelompok Manajer.
2. Manajemen sebagai suatu Proses:
mengacu pada fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, mengarahkan,
pengendalian, dll.
3. Manajemen sebagai suatu disiplin:
mengacu pada jurusan manajemen.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah seni
untuk menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain yang berorientasi pada hasil
dan bersifat dinamis.
Pengertian Manajemen:
Manajemen adalah Suatu Proses dalam rangka mencapai
tujuan dengan bekerja bersama melalui orang-orang dan sumber daya organisasi
lainnya.
Proses Manajemen.
a.Perencanaan: Proses yang
menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan di masa yang
akan datang dan penentuan strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan
target dan tujuan organisasi.
b.Pengorganisasian: Proses yang
menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam
perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan
tangguh,sistem dan lingkungan organisasi yang kondusif,dan dapat memastikan
bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efesien
guna pencapaian tujuan organisasi.
c.Pengarahan: Proses implementasi
program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta proses
memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan
penuh kesadaran dan produktifitas yang tinggi.
d.Pengendalian: Proses yang
dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah
direncanakan,diorganisasikan dan diimplementasikan dapat berjalan sesuai dengan
target yang diharapkan sekalipun berbagai perubahan terjadi dalam lingkungan
dunia bisnis yang dihadapi.
Manajemen ada 4,yaitu :
a.Manajemen Sumber Daya Manusia:
Kegiatan manajemen berdasarkan fungsinya untuk memperoleh SDM yang terbaik bagi
bisnis yang kita jalankan dan bagiamana SDM yang terbaik tersebut dapat
dipelihara dan tetap bekerja bersama kita dengan kualitas pekerjaan yang
senantiasa konstan ataupun bertambah.
b.Manajemen Operasional: Kegiatan
manajemen berdasarkan fungsinya untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan
standar yang ditetapkan berdasarkan keinginan konsumen,dengan teknik produksi
yang seefesien mungkin,dari mulai pilihan lokasi produksi hingga produksi akhir
yang dihasilkan dalam proses produksi.
c.Manajemen Pemasaran: Kegiatan
manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk
mengidentifikasi apa sesungguhnya yang dibutuhkan oleh konsumen,dana bagaimana
cara pemenuhannya dapat diwujudkan.
d.Manajemen Keuangan: Kegiatan
manajemen berdasarkan fungsinya yang pada intinya berusaha untuk memastikan
bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan mampu mencapai tujuannya secara ekonomis
yaitu diukur berdasarkan profit.Tugas manajemen keuangan diantaranya
merencanakan dari mana pembiayaan bisnis diperoleh,dan dengan cara bagaimana
modal yang telah diperoleh dialokasikan secara tepat dalam kegiatan bisnis yang
dijalankan.
2.
PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan adalah sebuah proses mempengaruhi orang
lain untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi secara suka rela (Fairholm,
1991; Gardner, 2000). Bahkan menurut Gemmil dan Oakley (1992) kepemimpinan
adalah sebuah proses kerjasama antara anggota organisasi dalam merumuskan
metode baru untuk meningkatkan kualitas organisasi. Fulan (2000, hal. 3)
mengatakan bahwa “leadership is a process of persuasion or example by which
an individual (or leadership team) induce the group to pursue objectives shared
by the leaders and his or her followers”. Fulan berpendapat bahwa
kepemimpinan adalah suatu proses untuk mempengaruhi anggota organisasi lainnya
untuk mencapai tujuan yang sudah dirumuskan oleh pemimpin dan anggota
organisasi lainnya. Ini artinya bahwa kepemimpinan bukan hanya didefinisikan
dari sudut jabatan, tapi lebih tepatnya, kepemimpinan ini adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi orang lain tanpa paksaan untuk mencapai sesuatu
yang sudah dirumuskan sebelumnya oleh anggota organisasi.
KEPEMIMPINAN DAN MANAJEMEN
Istilah kepemimpinan dan manajemen seringkali dianggap
sinonim (Yukl, 1989), tapi para ahli ilmu kepemimpinan masih mengalami
kesulitan membedakan kedua istilah tersebut. Fairholm (1991) menyebutkan
walaupun kedua istilah tersebut sering dianggap sama, istilah kepemimpinan
lebih duluan muncul dari pada istilah manejemen. Namun Nicholls (2002) berbeda
pendapat dengan Fairholm, Nicholls berpendapat bahwa manajemen itu lebih
penting daripada kepemimpinan. Para ahli juga berbeda pendapat apakah seseorang
bisa menjadi pemimpin sekaligus manajer pada saat yang sama.
Perbedaan-perbedaan pendapat ini pulalah yang mengaburkan perbedaan antara
kepemimpinan dengan manajemen (leadership and management).
Namun demikian, di sini perbedaan dari kedua istilah
tersebut akan dianalisa dengan menguraikan definisi dari kedua istilah
tersebut. Kepemimpinan adalah sebuah proses di dalam memberi inspirasi kepada
anggota organisasi lainnya, dan mempengaruhi anggota tersebut untuk memiliki
integritas di dalam mencapai tujuan organisasi. Dengan kata lain, pemimpin itu
bertugas untuk menentukan visi organisasi dan selalu memprediksi kebutuhan masa
depan (Fairholm, 1991). Sedangkan tugas menejer adalah mengelola integritas
bawahan dan mempertahankan status Quo. Menejer tidak berinisiatif untuk
menentukan visi organisasi. Singkatnya menejer lebih memikirkan bagaimana suatu
pekerjaan itu dilakukan dengan se-efektif dan se-efesien mungkin sehingga
produktifitas organisasi bisa terjaga.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari
ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat
mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak
pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang
masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.
· Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
· Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
· Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
· Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
· Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
· Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.
3. TEORI KEPEMIMPINAN CONTINGENCY FIEDLER (Matching
Leaders and Tasks)
Fiddler mendefinisikan efektivitas
pemimpin dalam hal performa grup dalam mencapai tujuannya. Fiddler membagi tipe
pemimpin menjadi 2: yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada
maintenance. Dari observasi ini ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi
konsisten antara efektifitas grup dan perilaku kepemimpinan.
Pemimpin yang berorientasi
pada tugas akan efektif pada 2 set kondisi.
Pada set yang pertama, pemimpin ini sangat memiliki
hubungan yang baik dengan anggotanya, tugas yang didelegasikan pada anggota
sangat terstruktur dengan baik, dan memiliki posisi yang tinggi dengan otoritas
yang tinggi juga. Pada keadaan ini, grup sangat termotivasi melakukan tugasnya
dan bersedia melakukan tugas yang diberikan dengan sebaik-baiknya.
Pada set yang kedua, pemimpin ini tidak memiliki hubungan
yang baik dengan anggotanya, tugas yang diberikan tidak jelas, dan memiliki
posisi dan otoritas yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, pemimpin mempunyai
kemungkinan untuk mengambil alih tanggung jawab dalam mengambil keputusan, dan
mengarahkan anggotanya.
Kepemimpinan tidak akan terjadi dalam satu kevakuman
sosial atau lingkungan. Para pemimpin mencoba melakukan pengaruhnya kepada
anggota kelompok dalam kaitannya dengan situasi2 yg spesifik.Karena situasi
dapat sangat bervariasi sepanjang dimensi yang berbeda, oleh karenanya hanya
masuk akal untuk memperkirakan bahwa tidak ada satu gaya atau pendekatan
kepemimpinan yang akan selalu terbaik. Namun, sebagaimana telah kita pahami
bahwa strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke
situasi lainnya.
Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori
tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan
teorinya sebagai Contingency Approach.Asumsi sentral teori ini adalah bahwa
kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah
ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai
variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas
pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.
Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low
LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip
dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi
kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat
rendah ataupun sangat tinggi.
Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih
efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
4.
MODEL KEPEMIMPINAN NORMATIF MENURUT VROOM DAN YETTON
Salah satu tugas utama dari seorang pemimpin adalah
membuat keputusan. Karena keputusan2 yg dilakukan para pemimpin sering kali
sangat berdampak kpd para bawahan mereka, maka jelas bahwa komponen utama dari
efektifitas pemimpin adalah kemampuan mengambil keputusan yang sangat
menentukan keberhasilan ybs melaksanakan tugas2 pentingnya. Pemimpin yang mampu
membuat keputusan dengan baik akan lebih efektif dalam jangka panjang dibanding
dengan mereka yg tidak mampu membuat keputusan dengan baik. Dalam
mengambil keputusan, bagaimana pemimpin memperlakukan bawahannya? Dengan kata
lain seberapa jauh para bawahannya diajak berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan?
Sebagaimana telah kita pahami bahwa partisipasi
bawahan dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan kepuasan kerja,
mengurangi stress, dan meningkatkan produktivitas.Namun seberapa jauh
partisipasi bawahan dalam pengambilan keputusan akan diberikan pemimpinnya?
Jawabannya adalah Normative Theory dari Vroom and Yetton.
Vroom dan Yetton (1973) mengembangkan model
kepemimpinan normatif dalam 3 kunci utama: metode taksonomi kepemimpinan,
atribut-atribut permasalahan, dan pohon keputusan (decision tree). 5 tipe kunci
metode kepemimpinan yang teridentifikasi (Vroom & Yetton, 1973):
1. Autocratic I: membuat
keputusan dengan menggunakan informasi yang saat ini terdapat pada pemimpin.
2. Autocratic II: membuat
keputusan dengan menggunakan informasi yang terdapat pada seluruh anggota
kelompok tanpa terlebih dahulu menginformasikan tujuan dari penyampaian
informasi yang mereka berikan.
3. Consultative I: berbagi
akan masalah yang ada dengan individu yang relevan, mengetahui ide-ide dan
saran mereka tanpa melibatkan mereka ke dalam kelompok; lalu membuat keputusan.
4. Consultative II: berbagi
masalah dengan kelompok, mendapatkan ide-ide dan saran mereka saat diskusi
kelompok berlangsung, dan kemudian membuat keputusan.
5. Group II: berbagi masalah
yang ada dengan kelompok, mengepalai diskusi kelompok, serta menerima dan
menerapkan keputusan apapun yang dibuat oleh kelompok.
Tidak ada satupun dari metode ini yang
dianggap terbaik untuk diterapkan pada berbagai situasi. Para pemimpin harus
mencocokkan metode kepemimpinan dengan situasi yang ada. Ada 7 atribut dari
situasi yang harus diambil dalam memutuskan metode kepemimpinan seperti apa
yang harus digunakan (Vroom & Yetton, 1973):
1. Adakah kualitas lain yang lebih rasional daripada
solusi yang telah ada?
2. Apakah saya memiliki informasi dan keahlian yang
cukup untuk membuat sebuah keputusan yang berkualitas tinggi?
3. Apakah masalahnya
terstruktur?
4. Apakah penerimaan subordinat
saya terhadap keputusan yang saya buat akan mempengaruhi efektivitas dalam
implementasi keputusan saya?
5. Jika saya harus membuat
keputusan sendiri, apakah keputusan saya dapat diterima secara beralasan oleh
subordinat saya?
6. Apakah subrodinat saya memiliki
tujuan organisasi yang sama dengan saya saat memecahkan masalah ini?
7. Apakah konflik akan
terjadi di kalangan subordinat saya ketika solusi ini terpilih?
Jawaban-jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut terspesifikasi melalui metode kepemimpinan
macam apa yang paling tepat diterapkan pada situasi tertentu. Jawaban “ya” dan
“tidak” akan mengarah pada pohon keputusan (decision tree) yang membantu
pemimpin untuk melanjutkan tanggungjawabnya. Aturan Yang Dirancang Untuk
Mendukung Dan Melindungi Hasil Penerimaanm Keputusan ; Vroom & Yetton,
1973:
1. Penerimaan
Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang
efektif, menghilangkan gaya otokratis.
2. Konflik
Aturan: Jika penerimaan oleh bawahan sangat penting untuk pelaksanaan yang
efektif, dan mereka memegang pendapat yang saling bertentangan atas sarana
untuk mencapai beberapa tujuan, menghilangkan gaya otokratis.
3. Keadilan
Aturan: Jika kualitas keputusan penerimaan tidak penting tapi penting, gunakan
gaya yang paling partisipatif.
4. Penerimaan
Aturan Prioritas: Jika penerimaan sangat penting dan tidak pasti hasil dari
keputusan otokratis, dan jika súbor-dinates tidak termotivasi untuk mencapai
tujuan organisasi, gunakan gaya yang sangat partisipatif.
Sekarang ini salah satu pendekatan
yang paling diyakini adalah teori path-goal,
teori path-goal adalah suatu model kontijensi kepemimpinan
yang dikembangkan oleh Robert House, yang menyaring elemen-elemen dari
penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure
dan consideration serta teori pengharapan motivasi.
Menurut teori path-goal,
suatu perilaku pemimpin dapat diterima oleh bawahan pada tingkatan yang
ditinjau oleh mereka sebagai sebuah sumber kepuasan saat itu atau masa
mendatang. Perilaku pemimpin akan memberikan motivasi sepanjang (1) membuat
bawahan merasa butuh kepuasan dalam pencapaian kinerja yang efektif, dan (2)
menyediakan ajaran, arahan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan dalam
kinerja efektif (Robins, 2002).
Bawahan sering berharap pemimpin
membantu mengarahkan mereka dalam mencapai tujuan. Dengan kata lain bawahan
berharap para pemimpin mereka membantu mereka dalam pencapaian tujuan2 bernilai
mereka. Ide di atas memainkan peran penting dalam House’s path-goal theory yang
menyatakan bahwa kegiatan2 pemimpin yang menjelaskan bentuk tugas dan
mengurangi atau menghilangkan berbagai hambatan akan meningkatkan persepsi para
bawahan bahwa bekerja keras akan mengarahkan ke kinerja yg baik dan kinerja yg
baik tsb selanjutnya akan diakui dan diberikan ganjaran.
Model kepemimpinan path-goal
berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai
situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi
mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya.
Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan
pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja,
tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.
Model path-goal menjelaskan
bagaimana seorang pimpinan dapat memudahkan bawahan melaksanakan tugas dengan
menunjukkan bagaimana prestasi mereka dapat digunakan sebagai alat mencapai
hasil yang mereka inginkan. Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan
antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi
dari hasil (goal attractiveness).
Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan
kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka
capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan
bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan
mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi. Model path-goal
menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar:
1. Fungsi
Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu
membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di
dalam menyelesaikan tugasnya.
2. Fungsi
Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan
memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.
Untuk membentuk fungsi-fungsi
tersebut, pemimpin dapat mengambil berbagai gaya kepemimpinan. Empat perbedaan
gaya kepemimpinan dijelaskan dalam model path-goal
sebagai berikut (Koontz et al dalam Kajanto, 2003) :
1. Instrumental
(directive) Instrumental (directive): suatu pendekatan yang berfokus pada
penyediaan bimbingan tertentu, menetapkan jadwal kerja dan aturan. Pemimpinan
memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan
jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan
bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas
tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan
pengawasan
2. SupportiveMendukung:
sebuah gaya terfokus pada membangun hubungan baik dengan bawahan dan memuaskan
kebutuhan mereka. Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan
kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan
tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai
usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal
yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive)
memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang
mengalami frustasi dan kekecewaan.
3. ParticipativePartisipatif:
suatu pola di mana pemimpin berkonsultasi dengan bawahan, memungkinkan mereka
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Pemimpin partisipatif
berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum
mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan
motivasi kerja bawahan
4. Achievement-orientedPrestasi
berorientasi: suatu pendekatan di mana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang
dan mencari perbaikan dalam kinerja. Gaya kepemimpinan dimana pemimpin
menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi
semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam
proses pencapaian tujuan tersebut.
Terdapat dua faktor situasional yang
diidentifikasikan kedalam model teori path-goal,
yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental
pressures and demmand (Gibson, 2003).
1.
Karakteristik Bawahan
Pada faktor situasional ini, teori
path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku
pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku
tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau
sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik
bawahan mencakup tiga hal, yakni:
1) Letak
Kendali (Locus of Control)
Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu
sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali
internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh
didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang
cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh
dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal
cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative,
sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.
2) Kesediaan
untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)
Kesediaan orang untuk menerima
pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism
yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive,
sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah
cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.
3) Kemampuan (Abilities)
Kemampuan dan pengalaman bawahan
akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin
yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang
telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi
yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka
memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang
tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented,
sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin
yang supportive.
2.
Karakteristik Lingkungan
pada faktor situasional ini path-goal
menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para
bawahan, jika:
1) Perilaku
tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan
tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.
2) Perilaku
tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa
pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk
mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.
Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal,
yaitu:
1)
Struktur Tugas
Struktur kerja yang tinggi akan
mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.
2)
Wewenang Formal
Kepemimpinan yang direktif akan
lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur
wewenang formal yang tinggi
3)
Kelompok Kerja
Kelompok kerja dengan tingkat
kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.
Dengan menggunakan salah satu dari
empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang
diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi
para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka,
dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian
tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif.
MenurutPath-Goal Theory, dua variabel situasi yang
sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah karakteristik pribadi para
bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi seperti misalnya peraturan
dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih
sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan
dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat menghasilkan klarifikasi
yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara karakteristik pribadi,
tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
B.
PERENCANAAN PENETAPAN MANAJEMEN
1.
PERENCANAAN MANAJEMEN
Perencanaan dalam manajemen,
perencanaan adalah proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi
untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja
organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen
karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan
pengontrolan—tak akan dapat berjalan.
Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
Rencana dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan.
Tujuan
Stephen Robbins dan Mary Coulter mengemukakan banyak tujuan perencanaan. Tujuan pertama adalah untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan nonmanajerial. Dengan rencana, karyawan dapat mengetahui apa yang harus mereka capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Stephen Robbins dan Mary Coulter mengemukakan banyak tujuan perencanaan. Tujuan pertama adalah untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan nonmanajerial. Dengan rencana, karyawan dapat mengetahui apa yang harus mereka capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Tanpa
rencana, departemen dan individual mungkin akan bekerja sendiri-sendiri secara
serampangan, sehingga kerja organisasi kurang efesien.
Tujuan kedua adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika seorang manajer membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya.
Tujuan kedua adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika seorang manajer membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya.
Tujuan
ketiga adalah untuk meminimalisir pemborosan. Dengan kerja yang terarah dan
terencana, karyawan dapat bekerja lebih efesien dan mengurangi pemborosan.
Selain itu, dengan rencana, seorang manajer juga dapat mengidentifikasi dan
menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan inefesiensi dalam perusahaan.
Tujuan yang terakhir adalah untuk
menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu
proses pengontrolan dan pengevalusasian. Proses pengevaluasian atau evaluating
adalah proses membandingkan rencana dengan kenyataan yang ada. Tanpa adanya
rencana, manajer tidak akan dapat menilai kinerja perusahaan.
Selain keempat hal tersebut, sebagian besar studi[1] menunjukan adanya hubungan antara perencanaan dengan kinerja perusahaan.
Selain keempat hal tersebut, sebagian besar studi[1] menunjukan adanya hubungan antara perencanaan dengan kinerja perusahaan.
2.LANGKAH –
LANGKAH DALAM MENYUSUN PERENCANAAN
ORGANISASI
Pengambilan keputusan bagi
pimpinan suatu lembaga/ organisasi mutlak diperlukan, yaitu proses memilih dan
mengembangkan langkah-langkah yang akan diambil dalam menghadapi tantangan
maupun masalah dalam organisasi/ institusi/ lembaga. Perancanaan adalah masuk
dalam salah satu konsep yang dikemukakan oleh G.R. Terry yaitu terkenal
dengan POAC, planning, organizing, actuating dan controlling-nya.
Perencanaan (Planning) ialah fungsi manajemen yang harus
bisa menjawab rumus 5W+1H. WHAT(apa) yang akan dilakukan, WHY (mengapa) harus
melakukan apa, WHEN (kapan) melakukan apa, WHERE (dimana) melakukan apa, WHO
(siapa) yang melakukan apa, HOW (bagaimana) cara melakukan apa.
Pemimpin lembaga/ oragnisasi/ institusi tersebut harus
mengambil prediksi-presdiksi keputusan yang akan terjadi untuk masa mendatang.
Pimpinan tersebut harus memutuskan sasaran yang akan dicapai, analisa
kepegawaian yang akan mengoperasikannya dimasa yang akan datang, berapa banyak
jumlahnya dan mengaplikasikannya untuk dalam mencapi tujuan yang diinginkan.
Elemen-elemen terkait dalam suatu lembaga harus memiliki kajian-kajian,
misalnya dengan diadakannya “Rapat Staf atau Staf Meeting “. Salah satu
keunggulan saat melaksanakan staf meeting adalah menggali ide-ide kreatif yang
berguna demi kesinambungan institusi, mencapai satu visi misi bersama sehingga
arah dan tujuan lembaga tersebut tertera jelas. Sikap fleksibel juga mutlak
diperlukan untuk menghadapi segala macam perubahan.
Langkah-langkah dalam perencanaan, dimana secara garis besarnya
terdiri dari empat langkah dasar perencanaan yang bisa diterapkan untuk semua
tipe jenajang organisasi/ lembaga/ institusi. Langkah-langkahnya antara lain
adalah :
Menetapkan sasaran : Kegiatan perencanaan dimulai dengan menetapkan apasaja
yang ingin dicapai oleh organisasi, tanpa dasar yang jelas, sumber daya yang
ada akan meluas menyebar dengan menetapkan prioritas dan merinci serta
mengkalkulasi sasaran secara jelas maka organisasi dapat mengarahkan sega
sumber daya yang lebih efektif dan efisien serta tepat guna dan tepat sasaran.
Tugas pokok dan fungsi harus sudah ada, jika sudah memiliki tupoksi yang jelas,
maka akan semakin memudahkan untu membuat sasaran yang bisa dipakai untuk satu
tahun kedepan maupun sasaran yang ingin dicapai dalam lima tahuan kedepan.
Merumuskan Posisi Organisasi : Posisi organisasi saat ini diman
pimpinan harus tahu dengan posisi organisasinya saat ini. Sumber daya apa yang
dimiliki organisasinya saat ini. Barulah rencana dapat disusun setelah
diketahui posisi organisasinya, kekuatan-kekuatan yang akan melaksanakan dari
apa-apa yang telah direncanakan dengan mengetahui keuangan dan statistic
organisasi saat ini.
Mengidentifikasi berbagai faktor : Mengetahui factor-faktor
pendukung dan penghambat selanjutnya perlu diketahui factor-faktor baik dari
dalam maupun yang datang dari luar yang diperkirakan dapat membantu dan
mendukung serta yang menghambat organisasi untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan. Diakui mengetahui lebih mudah keadaan yang terjadi saat ini
dibandingkan meramal peluang yang akan didapat di masa yang akan datang. Dan
unsure utama dalam perencanaan yang
paling sulit adalah melihat kedepan. Namun biarbagaimanapun harus ditunjang
dengan sikap optimis.
Menyusun langkah-langkah untuk mencapai sasaran : Langkah terakhir dalam menyusun
perencanaan adalah mengembangkan berbagai kemungkinan alternative atau langkah
yang diambil untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan, mengevaluasi
alternative ini dengan memilih mana yang baik dan mana yang dianggap cocok dan
memuaskan.
3.MANFAAT
PERENCANAAN DALAM SUATU ORGANISASI
Manfaat perencanaan bagi organisasi :
1.Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
2.Membuat tujuan lebih khusus,terperinci dan mudah di pahami
3.Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
4.Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas
1.Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan
2.Membuat tujuan lebih khusus,terperinci dan mudah di pahami
3.Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti
4.Manajer memahami keseluruhan gambaran operasi lebih jelas
4.JENIS
PERENCANAAN DALAM SUATU ORGANISASI
Batasan Perencanaan
Menurut Newman perencanaan (planning) is deciding in advance what is to be done. Sedangkan menurut A.Allen planning is the determination of a course of action to achieve a desired result. Pada dasarnya yang dimaksud dengan perencanaan yaitu memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan apa ( what ) siapa ( Who ) kapan (When) dimana ( When ) mengapa ( why ) dan bagaimana ( How ) jadi perencanaan yaitu fungsi seorang manajer yang berhubungan dengan pemilihan dari sekumpulan kegiatan-kegiatan dan pemutusan tujuan-tujuan, kebijaksanaan-kebijaksanaan serta program-program yang dilakukan.
Bentuk-bentuk Perencanaan :
1. Recana Global (Global Plan)
Analisa penyusun recana global terdiri atas:
- Strenght yaitu kekuatan yang dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan
- Weaknesses, memperhatikan kelemahan yang dimiliki organisasi yang bersangkutan.
- Opportunity yaitu kesempatan terbuka yang dimiliki oleh organisasi
- Treath yaitu tekanan dan hambatan yang dihadapi organisasi
2. Rencana Stategik (Strategic Plan)
1. Recana Global (Global Plan)
Analisa penyusun recana global terdiri atas:
- Strenght yaitu kekuatan yang dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan
- Weaknesses, memperhatikan kelemahan yang dimiliki organisasi yang bersangkutan.
- Opportunity yaitu kesempatan terbuka yang dimiliki oleh organisasi
- Treath yaitu tekanan dan hambatan yang dihadapi organisasi
2. Rencana Stategik (Strategic Plan)
Bagian dari
rencana global yang lebih terperinci. Dimana dengan menyusun kerangka kerja yang
akan dilakukan untuk mencapai rencana global, dimensi waktunya adalang jangka
panjang. Dalam pencapaiannya dilakukan dengan system prioritas. Mana yang akan
dicapai terlebih dahulu.
Merupakan proses prencanaan jangka panjang yang tersusun dan digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Tiga alas an penggunaan perencanaan strategic ini yaitu :
1. Memberikan kerangka dasar bagi perencanaan lainnya yang akan dilakukan
2. Mempermudah pemahaman bentuk-bentuk perencanaan lainnya.
3. Titik permulaan pemahaman dan penilaian kegiatan manajer dan organisasi.
3. Rencana Operasional ( Operational Plan )
Rencana ini meliputi perencanaan terhadap kegiatan-kegiatan operasional dan bersifat jangka pendek.
- Rencana sekali pakai ( single use plan ) yaitu kegiatan yang tidak digunakan lagi setelah tercapainya tujuan dan ini sifatnya lebih terperinci hanya sekali pakai, misalnya rencana pembelian dan pemasangan mesin komputer dalam suatu perusahaan.
- Rencana Tetap ( Standing Plan ) yaitu berupa pendekatan-pendekatan standar untuk penanganan-penanganan situasi yang dapat diperkirakan terlebih dahulu dan akan terjadi berulang-ulang.
Merupakan proses prencanaan jangka panjang yang tersusun dan digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Tiga alas an penggunaan perencanaan strategic ini yaitu :
1. Memberikan kerangka dasar bagi perencanaan lainnya yang akan dilakukan
2. Mempermudah pemahaman bentuk-bentuk perencanaan lainnya.
3. Titik permulaan pemahaman dan penilaian kegiatan manajer dan organisasi.
3. Rencana Operasional ( Operational Plan )
Rencana ini meliputi perencanaan terhadap kegiatan-kegiatan operasional dan bersifat jangka pendek.
- Rencana sekali pakai ( single use plan ) yaitu kegiatan yang tidak digunakan lagi setelah tercapainya tujuan dan ini sifatnya lebih terperinci hanya sekali pakai, misalnya rencana pembelian dan pemasangan mesin komputer dalam suatu perusahaan.
- Rencana Tetap ( Standing Plan ) yaitu berupa pendekatan-pendekatan standar untuk penanganan-penanganan situasi yang dapat diperkirakan terlebih dahulu dan akan terjadi berulang-ulang.
Unsur-unsur Perencanaan
Perencanaan yang baik harus dapat menjawab enam pertanyaan yang disebut sebagai unsur-unsur perencanaan yaitu :
1. Tindakan apa yang harus dikerjakan
2. Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan
3. Dimana tindakan tersebut dilakukan
4. Kapan tindakan tersebut dilakukan
5. Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut
6. Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut.
Perencanaan yang baik harus dapat menjawab enam pertanyaan yang disebut sebagai unsur-unsur perencanaan yaitu :
1. Tindakan apa yang harus dikerjakan
2. Apa sebabnya tindakan tersebut harus dilakukan
3. Dimana tindakan tersebut dilakukan
4. Kapan tindakan tersebut dilakukan
5. Siapa yang akan melakukan tindakan tersebut
6. Bagaimana cara melaksanakan tindakan tersebut.
psikologi.binadarma.ac.id/jurnal_marcel_rita.pdf.indonesian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar